Kamis, 12 November 2009

Troubadour Sesat-Laknat Menarik Picu GranaT

Troubadour Sesat-Laknat Menarik Picu GranaT

by musikator on 16/05/08 at 11:13 am

Berikut adalah laporan selayang pandang event GranaT (Gelar Aksi Anak Teknik ~ Universitas Udayana, Bali) oleh Roy, vokalis The Djihard, salah satu pinisepuh skena Punk Rock Bali.

Ini adalah kali pertama tulisan Roy tayang ke publik. Bagi yang belum familiar siapa Roy, silakan nikmati fotonya (yup, that’s him, the Misfit-esque frontman). Kemudian apresiasi tulisannya. Bersulang!


Roy Djihard

..Well, setelah beberapa bulan belakangan ini The Djihard rehat dari segala ritual aktivitas duniawi rimba persilatan Underground lokal, dampak yang nyata terasa adalah naiknya berat badan (akibat dari tidak tersalurkannya hobi yang sebelumnya terbiasa untuk teriak, salto jumpalitan, tampil beraksi dalam gig minimal 2 kali seminggu) yang menginspirasi saya untuk menulis lagu–yang kali ini temanya bukan tentang perang atau melawan pemerintah serta aparat–melainkan lagu tentang perang dan perlawanan terhadap kegemukan… (dikutip dari artikel karya Rudolf Dethu “Bali A to Z part 1” )

Just forget about pemerintah, aparat, pun segala tetek bengek masalah kegemukan a.k.a obesitas. Yang jelas pada hari Sabtu, 10 Mei 2008 lalu, merupakan hari bermakna gigantik dalam perjalanan karir The Djihard dimana Malam Minggu itu adalah kali pertama di 2008 The Djihard menginjakkan kaki kembali di panggung beralaskan karpet usang yang disirami tata lampu relatif sederhana, namun digeber dengan sound system yang lumayan dahsyat, plus penonton barisan depan yang rata-rata kesurupan.

Memang tahun ini The Djihard kembali dipercaya oleh Fakultas Teknik Universitas Udayana sebagai salah satu penarik picu ‘GranaT’ tahun ini bersama dengan 16 band yang lain. Bagi Komunitas Underground Bali, GranaT bak Soundrenalin atau Woodstock versi mini. Karena hampir semua band–band besar “bawah tanah” baik asal Bali maupun dari luar daerah pernah ikut ambil bagian di acara sakral nan keramat yang rutin diadakan tiap satu tahun sekali ini.

Bagai sudah suratan takdir, persis seperti tahun–tahun sebelumnya, kali inipun penonton yang datang terbilang luar biasa banyak, yang sedari awal sudah terlihat memenuhi pinggiran-pinggiran jalan utama, sampai memasuki jalan Pemelisan suwung Batan Kendal tempat pemicu GranaT fakultas teknik akan ditarik. Saat saya menginjakkan kaki di venue pukul 20.00 WITA, kental tercium aroma khas yang bersumber dari sekumpulan anak Punk yang dengan gaya rambut, um, mungkin tadinya sih Mohawk, namun tampak sudah mulai acak-acakan tak beraturan. Plus t-shirt yang basah kuyup lengkap dengan bau ketiak yang khas. Konon akibat non stop ber-pogo ria sejak pukul 18.30. Whew, pantas saja.

Hey, walau kondisi kejiwaan saya ketika itu yang, ahem, “kurang seimbang” alias semi giting alias mikolnya nampol, saya masih sanggup mengingat cukup banyak apa yang terjadi malam itu.

Saat The Djihard sedang diwawancara untuk salah satu acara TV lokal, Scared of Bums sedang beraksi di panggung. Jelas terdengar Boker cs malam itu mendapatkan respons yang bagus dari penonton di bawah terutama saat lagu terakhir mereka membawakan lagu kebangsaan seluruh masyarakat street punk, Riot City-nya Total Chaos featuring Gus Wedha (Natter Jack). Begitu pula dengan Roots Radicals yang tampil setelahnya. Rupanya vokal dari Bayu Roots Radicals sudah sangat familiar di kalangan penonton depan saat itu, ditambah lagi dengan dibawakannya beberapa hits dari Rancid yang sudah amat sangat akrab ditelinga seluruh anak Punk di seantero jagat raya ini. Yang sangat disayangkan adalah Natter Jjack tampil sangat awal malam itu, mungkin 15 menit sebelum kami menginjakkan kaki di sana, bukan dikarenakan The Djihard dan Natter Jack boleh dikatakan merupakan satu rumpun marga, tapi memang Natter Jack merupakan salah satu band favorit saya, baik dari dandanan mereka yang mengingatkan saya pada The Djihard di era tahun 90an akhir, musik yang gahar ditambah dengan hentakan drum yang powerfll penuh amarah dari Bonget semakin membuat lagu-lagu mereka memiliki ciri khas tersendiri. Dari beberapa band tamu yang beraksi di GranaT, 2 diantaranya merupakan band tamu dari kota Parijs van Java (Bandung, euy) yaitu Alone At Last dan Dinning Out. Saya pribadi tidak tahu banyak tentang kedua band tersebut maupun sepak terjang mereka, hanya yang dapat saya petik mereka bermain cukup bersih, seperti halnya Dinning Out yang malam itu main sebelum band Rude Devils, dengan musik metalnya mampu menyedot perhatian anakanak metal yang berada di bagian depan, pun sebagian besar dari mereka entah tahu atau tidak lagu yang diteriakkan oleh Dinning Out, yang penting sampai pada saat lagu pamungkas, mereka mendapatkan aplaus dari penonton.

Time ran fast. Now it’s time for The Djihard to pull the trigger out. Sempat ada kekhawatiran oleh teman–teman di Djihard melihat kondisi saya yang saat itu lebih banyak menyendiri dikarenakan berusaha keras mengingat lagu–lagu yang akan kami bawa nanti. Dude, I was so blank…. Mikol nyaris bikin akal sehat saya ambrol he he… Beberapa gelas air mineral sempat disiramkan kekepala saya oleh Houten sang pendekar gitar Coffin The Djihard, dan ajaibnya sontak beberapa saat setelah naik ke atas panggung, tentunya dengan kepala yang basah kuyup, saya merarasakan kekuatan yang sangat besar, ketika melihat penonton dari atas panggung bak orang-orang kesurupan sewaktu saya dan teman– eman melemparkan kurang lebih 400 lembar stiker The Dji Hard ke arah mereka. Dibuka dengan lagu wajib Djihad, lalu dilanjutkan dengan Lapar, Gali Kubur, Berontak, God Blast Indonesia, Belatung, serta dua lagu kami yang terbaru Kelelawar, dan Keparat Tiga Jaman, (…see, I remember everything, eh?) dan ditutup dengan single lawas dari album pertama ‘Boys Got The Money’ sukses kita selesaikan plus aksi lompat ke penonton dan sing a long dengan mereka dari atas pagar besi pembatas. Sampai-sampai salah satu satu pagar pembatas roboh saking bersemangatnya itu para fans fanatik The Djihard. Friggin’ krazee.

Setelah The Djihard, aksi dilanjutkan oleh salah satu band audisi entah apa namanya saya lupa, dan akhirnya Alone At Last pun menyelesaikan tugasnya sebagai penarik picu GranaT yang terakhir, dengan lagu–lagu emonya yang mengingatkan saya pada The Used, sukses menarik perhatian penonton untuk yang terakhir kalinya sebelum acara bubar dan ditutup kurang lebih pukul 01.30 dini hari.

GranaT totally rules. Big time.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar