Kamis, 12 November 2009

Roy's Ink








Musikator Ink: Roy Djihard

by musikator on 27/05/08 at 9:31 am

Roy, vokalis The Djihard, kembali menulis. Kali ini berkisah tentang tattoo di sekujur tubuhnya. Mana yang paling awal, paling disukai, bahkan yang bukan favoritnya.


Sebenarnya orang yang paling bertanggung jawab, yang telah menjerumuskan saya ke dalam dunia seni Rajah tubuh untuk pertama kalinya tak lain dan tak bukan adalah Erick, salah satu dari Suicide Glam Tattoo Connoisseur. Bagaimana tidak, jika saya flashback dan telisik kembali ke tujuh tahun silam, beliau inilah yang pertama kali—selain Pak Dokter—menusukkan jarum – jarumnya ke tubuh saya selama berjam–jam dengan menggunakan mesin seadanya bahkan, um, bisa dikatakan sangat jauh dari kesan standar, dan jaminan sterilisasi (…weitts, itu dulu, bor, saat ini beliau sudah termasuk dalam jajaran salah satu tattoo artist Bali yang sakti mandraguna dengan equipment tattoo yang teruji tingkat higienisnya dan dengan jam terbang yang sudah tidak perlu diragukan lagi).

Saat itu semuanya terjadi begitu saja, tanpa konsep, tanpa persiapan, pun tak perlu keberanian yang berlebihan. Memang ide terlontar pertama kali dari Erick, yang saat itu memang kerap kali mengumpulkan relawan, untuk dijadikan objek dalam memperdalam ilmu rajahnya ke jenjang yang lebih tinggi. Semua dikerjakan dengan free hand (literally) tanpa editing komputer, tanpa stensil, plus gambar tribal yang asal comot, spontan saat itu juga dari kemeja yang saat itu tergeletak begitu saja di sekitar kita—kemeja tersebut kebetulan merupakan salah satu produk hasil karya orisinil dari sohib kita, Lolot.

5 jam yang saya lalui kala itu, memang tak seperti apa yang saya bayangkan sebelumnya, jarum masuk menusuk kedalam kulit betis kanan saya melalui lubang pori–pori kulit hanya terasa sakit pada lima menit awalnya saja. Saya, di menit selanjutnya, wih, ternyata sangat menikmati sekali proses pengerjaan hingga mencapai titik klimaks: proses pembersihan akhir dengan alkohol …aaahhhh!!!

Tattoo pertama ini hasilnya memanglah sangat jauh dari hasil–hasil hujaman ‘tangan sakti’ Erick masa sekarang, namun seperti kata yang saya kutip dari sebuah iklan, ‘’ Kalo ga kotor, ya ga belajar’’


Masuk tahun ke tujuh sejak pertama kali dirajah, kini tattoo sudah hampir memenuhi sekujur tubuh saya mulai dari leher (kanan, kiri, tenggorokan), kedua tangan, lengan, jari jemari, dada, perut, punggung, dan pinggang. Semua itu dikerjakan selama ini oleh delapan seniman tattoo yang berbeda, dari generasi yang berbeda pula. Dimulai dari generasi pinisepuh macam Alit Tattoo, Kadek Tattoo, dan D’Gin. Lalu dari angkatan modern muda bersemangat macam Erick, Marmar, Made Tattoo, Roy Star Tattoo, dan Logging. Sebenarnya saya sempat rehat dan pulih dari kecanduan saya terhadap seni rajah ini, namun sekitar setahun lalu ketika salah satu stasiun TV menayangkan serial Prison Break, sugesti tersebut muncul kembali. Saking terobsesinya pada Prison Break ini, kini saya sudah memiliki hampir semua tattoo penting yang dimiliki Michael Scofield (tokoh utama di film Prison Break). Termasuk tattoo terakhir yang saya buat bulan lalu pun merupakan rangkaian tattoo penuh makna dari serial Prison Break yang berhasil ditransformasikan ke tubuh saya dengan baik oleh Erick.



Devil Face dan Rip. E. Chance Woods, bagi teman–teman yang mengikuti serial Prison Break, pasti mengetahui arti–arti dari tattoo ini

Jika diamati detail demi detail, tattoo yang saya memang terdiri dari bermacam ragam style, karena memang terkesan tak terkonsep, tattoo pertama yang saya bikin adalah Tribal, karena selain simpel, Tribal pada jaman tersebut kebetulan memang menjadi standar wajib bagi pencinta seni rajah pemula. Gambar lainnya juga memasukkan unsur Rockabilly seperti burung walet, dadu, pin-up girl, martini glass, dll. Ada juga peti mati, tengkorak, macan, laba–laba dan sarangnya yang identik dengan Psychobilly. Sampai ke ikan koi plus awan dan ombak yang merupakan ciri maupun warisan dari Yakuza. Serta yang terakhir, ya itu tadi: tattoo yang diadaptasi dari serial Prison Break.

Dari semua tattoo yang saya miliki, ada dua yang spesial alias memiliki makna khusus. Yang pertama adalah yang di bagian perut (impala, background city at night plus menara kembar yang dihantam pesawat) selain lokasi rajah yang merupakan salah satu area yang bagi saya derajat sakitnya mungkin paling tinggi, dengan hasil akhir yang sangat baik, jauh melebihi target (yay!); baik dari story, shading, sampai pada detailnya sekalipun. Impala tersebut sungguh merupakan salah satu masterpiece oleh Erick sepanjang karirnya. Selebihnya, tattoo di bagian perut juga merupakan cambuk pemacu semangat untuk selalu menjaga ukuran mobil impala agar tetap proporsional, karena jika bentuk dari mobil impala sudah terlihat ‘aneh, maka dapatlah dipastikan harus segera mengurangi porsi makan dan sesegera mungkin melakukan sedikit exercise di bagian perut (ahem).

                                                          Roy Djihard Tattoo - Impala


                                                                             Impala

Lalu tattoo favorit saya yang kedua adalah pin-up girl yang menempel di lengan kanan–gambar aslinya sih cewek kulit putih, tetapi karena kulit saya agak kecoklatan, pin up girl yang awalnya berkulit putih berubah menjadi Latinas pin up girl… Selain warnanya yang muncrat benderang—untuk ukuran kulit segelap saya—ada hal ultra istimewa lainnya: kalau diperhatikan dengan seksama tahi lalat di wajah pin up girl tersebut adalah asli! Asli dari tahi lalat yang memang ada di lengan kanan saya, dimana memang sedari awal sudah saya minta ke pimpro tattoo ini, Erick, agar dicarikan gambar pin up girl untuk spesial dirajah di posisi tersebut.


Pin-up Girl

Memang dari sekian banyak tattoo yang sudah tertanam dikulit saya, pastilah ada yang serasa masih kurang memuaskan, atau ingin mengubahnya di kemudian hari agar nantinya lebih sedap dipandang mata. Ada satu buah tulisan dengan ukuran yang lumayan gede di bagian punggung (OUTLAWS), yang dibuat beberapa hari setelah tato pertama (masih sama dengan tattoo pertama, tattoo kedua inipun digarap oleh Erick during his early years). Dengan goresan garis yang tebal dan dalam, belum lagi warna yang sudah pudar, duh-gusti sangat jauh dari kesan indah apalagi keren (peace, brutha Erick). Makanya saya ada kepikiran untuk mengubahnya tanpa harus menghilangkan kata “Outlaws”—which already sounds extreme enough, kickass enough for me. Perbaikannya lebih ke aspek garis dan bentuk agar lebih terlihat elegan, mungkin dengan blok hitam nantinya. We’ll see.


Outlaws

Tidak ada komentar:

Posting Komentar